Wednesday, 22-01-2014, SULUHPAPUA.com
Niat Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe untuk menyehatkan seluruh orang Papua rupanya tidak main – main, sampai – sampai ia harus mendirikan sebuah Unit Khusus dengan nama Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP) yang dikomandani oleh salah satu putra terbaik Papua di bidang kesehatan drg. Aloysius Giay.
Tidak tanggung – tanggung unit khusus yang langsung dibawah kendali Gubernur tersebut langsung di fasilitasi kantor baru, staff yang kompeten dengan berbagai latar belakang mulai dari akademisi, wartawan, sampai dengan birokrat berkumpul jadi satu untuk mencari solusi bagaimana merancang sebuah konsep menyehatkan orang Papua.
Namun sejauh ini yang kita lihat barulah sebatas survey, hasil pemantauan lapangan, laporan kondisi kesehatan dan pelayanan kesehatan di beberapa daerah dan sejumlah konsep serta gagasan bagaimana untuk mewujudkan Papua Sehat. Bahkan Kartu Papua Sehat (KPS) yang digadang – gadang sejak awal peresmian dan pelantikan unit ini, sampai kini belum ada tanda – tanda kapan di launching atau bisa dinikmati oleh orang Papua.
Tumpukan masalah sektor kesehatan yang sudah berhasil di identifikasi oleh UP2KP kita harap tentunya tidak berujung pada publikasi di media belaka sebagai bentuk pertanggung jawaban bahwa unit ini sudah bekerja dan benar – benar ada.
Karena sejak sebelum Lukas Enembe berkuasa dan unit khusus ini dibentuk persoalan dan tumpukan masalah di bidang kesehatan sudah diketahui oleh seluruh petinggi pemerintahan mulai dari tingkat kabupaten sampai ke tingkat provinsi.
Rendahnya asupan gizi yang berdampak pada gizi buruk, ketiadaan tenaga medis di tempat – tempat terpencil dan pedalaman, mahalnya biaya pengobatan, ketiadaan obat – obatan, minimnya sarana prasarana medis di pedalaman, dan rendahnya etos kerja tenaga medis yang berorientasi pada materi belaka dan terkadang melupakan sumpah dan janjinya sebagai pelayan masyarakat.
Persoalannya itu – itu saja dari tahun ke tahun, dan tidak akan pernah beranjak selama pendekatan penanganan sektor kesehatan masih berorientasi pada proyek dan keuntungan atau kepentingan kelompok dan kroni belaka.
Pembangunan Pustu tanpa mempertimbangkan apakah ada tenaga medis yang akan mengisi dan mau bertugas di tempat itu tidak, yang penting di bangun saja dulu, lain – lain urusan belakang, akhirnya banyak Pustu dan Puskesmas di pedalaman tidak ubahnya sebuah monumen yang hanya berujung pada pertanggung jawaban proyek dan anggaran belaka dari segi impact dan dampak untuk masyarakat nol besar.
Pengadaan ruang operasi, dan peralatan medis yang canggih bukan berorientasi pada apa yang menjadi prioritas dan kebutuhan urgen masyarakat, jadi ada beberapa RSUD yang memiliki peralatan canggih bahkan konon kabarnya hanya ada di Papua, tapi tidak ubahnya hanya menjadi barang koleksi yang tidak bisa dipergunakan karena ketiadaan SDM.
Masyarakat di kampung dan pedalaman tidak membutuhkan konsep dan gagasan yang muluk – muluk yang mereka butuhkan adalah kapan mereka sakit ada dokter atau mantri yang bisa memberikan obat dengan benar dan tepat.
Saat mereka harus di operasi atau rawat inap mereka tahu harus kemana dan tidak perlu dihantui akan biaya yang selangit dan kemungkinan akan di sandera karena tidak mampu melunasi biaya berobat.
Saat mereka tidak tahu apa itu Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ada petugas penyuluh kesehatan yang sedia setiap saat, bukan penyuluh yang turun 3 bulan sekali kalau ada SPPD dan setumpuk uang lelah dan uang perjalanan.
Artinya sudah sekian tahun, dari konsep ke konsep, dari gagasan ke gagasan, yang dibutuhkan segera adalah action, untuk apa kita punya rumah sakit besar dan mewah menjadi rujukan dunia sekalipun kalau orang asli Papua di kampung – kampung kesulitan dan tidak bisa merasakannya nikmatnya hidup sehat, bukan jasmani, namun juga rohani.
(Redaksi)
No comments:
Post a Comment